Oleh: Ismail Fajar Romdhon
Pendahuluan
“Some years ago, the story came to us in Toronto about man who was in the merchant marine and made his living on the sea. A muslim gave him a translation of the Qur’an to read. The merchant marine knew nothing about the history of Islam but was interested in reading the Qur’an. When he finished reading it, he brought it back to the muslim and and asked: “This Muhammad, was a sailor?”. He was impressed at how accurately the Quran describes a strom on a sea. When he was told: “No, as a matter of fact, Muhammad lived in the dessert”. That was enough for him. He embraced Islam on the spot.[1]
Cerita di atas adalah salah satu contoh bukti ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Seorang pelaut yang non muslim mengira bahwa Nabi Muhammad SAW. Adalah seorang pelaut melalui Al-Qur’an yang dibacanya, yaitu:
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ مَوْجٌ مِنْ فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِنْ نُورٍ
“Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat melihatnya. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.”[2]
Dia melihat gambaran badai yang diterangkan Al-Qur’an sangat nyata dan sesuai dengan apa yang pernah dialaminya di tengah lautan. Gambaran sempurna tentang badai yang diterangkan Al-Qur’an itu memaksa akalnya untuk menerima Islam pada saat itu juga. Bagaimana mungkin seorang Muhammad yang lahir dan hidup di daerah gurun pasir dapat memvisualisasikan proses badai yang terjadi di tengah lautan dengan sangat detil. "...seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap....”.
Suatu hal yang wajar jika gambaran badai itu diterangkan oleh seorang pelaut atau oleh orang yang pernah menghadapi badai di tengah laut. Tapi Muhammad, bukanlah seorang pelaut melainkan hanya seorang Quraisy yang hidup jauh dari lautan. Sehingga kemudian hidayah taufiq itu turun dan menerangi akalnya yang membuat dia menyadari akan kebenaran Risalah dan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
Allah telah menciptakan manusia dengan akalnya yang sempurna serta panca indra untuk dapat menjangkau dan memahami apa yang ada di sekitarnya. Dan semua itu tidak ada tujuan lain, melainkan untuk menunjukkan sifat wujud Allah SWT. Tetapi manusia akan kesulitan untuk memahami keberadaan Allah itu dengan sendirinya. Ia memerlukan seorang guide yang membimbing dan mengarahkannya kepada Al-Yaqin . Maka dari itulah Allah mengutus seorang Rasul, sebagaimana firman-Nya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan sungguh, Kami telah Mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.” kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul). [3]
Akan tetapi manusia dengan akal yang telah diberikannya juga berupaya untuk menjadikannya Tuhan dan meniadakan Tuhan yang sebenarnya yang wajib untuk disembah. Padahal pada hakekatnya logika berfikir seperti itu sangat bertentangan dengan standar keilmuan yang mereka buat sendiri.
Masalah ketuhanan dan keraguan manusia tentang eksistensi Allah sebagai Tuhan semua manusia sudah terjadi semenjak zaman Mesir kuno dengan Fir’aun sebagi figur sentral yang menolak da’wah Nabi Musa untuk menyembah kepada Tuhan Yang Satu yaitu Allah SWT. Dengan yakin dan percaya diri Fir’aun tidak hanya meniadakan Allah tetapi sekaligus mendeklarasikan dirinya sebagai seseorang yang berhak untuk disembah dan dipatuhi tanpa terkecuali.
Dalam terminologi modern pandangan yang tidak mempercayai dan mengakui keberadaan Tuhan disebut dengan atheis.Istilah ateisme berasal dari Bahasa Yunani ἄθεος (atheos), yang secara peyoratif digunakan untuk merujuk pada siapapun yang kepercayaannya bertentangan dengan agama/kepercayaan yang sudah mapan di lingkungannya. [4]
Dengan menyebarnya pemikiran bebas, skeptisisme ilmiah, dan kritik terhadap agama, istilah ateis mulai dispesifikasi untuk merujuk kepada mereka yang tidak percaya kepada tuhan. Atheisme terbagi menjadi dua, yang pertama adalah ateisme teoritis yang merupakan pandangan yang menolak dengan tegas keberadaan Tuhan serta menentang orang-orang yang menyembah Tuhan. Jenis ateisme yang kedua adalah ateisme praktis yang mengakui bahwa eksistensi Tuhan tidak dapat disangkal. Hanya saja faham ini menganggap bahwa Tuhan tidak berdaya dan tidak dapat berkuasa atas manusia dan alam. Faham ini menerima wujud Tuhan tapi menolak sifat qudroh-Nya.
Ketidakjelasan dan ke-simpangsiur-an konsep ateis ini disebabkan oleh proses kelahiran faham ini yang tidak memiliki konsep yang jelas. Ditambahpaham kebebasan bagi para pemeluknya merangsang terjadinya inovasi dan inklusif terhadap semua jenis faham ateis.
Orang yang pertama kali mengaku sebagai "ateis" muncul pada abad ke-18. Pada zaman sekarang, sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis, manakala 11,9% mengaku sebagai non-ateis. Sekitar 65% orang Jepang mengaku sebagai ateis, agnostik, ataupun orang yang tak beragama; dan sekitar 48%-nya di Rusia. Persentase komunitas tersebut di Uni Eropa berkisar antara 6% (Italia) sampai dengan 85% (Swedia). Data ini ibarat fenomena gunung es, karena dari beberapa survei yang dilakukan, banyak responden yang menyembunyikan identitas ke-atheisan-nya karena menghindati stigma negatif dari masyarakat atau juga konsekuensi hukum dari negara tempat dia tinggal.[5]
(download dalam bentuk document)
[1] Dikutip dari Dr. Gary Miller, The Amazing Quran. www.islamhouse.com
[2]Q.S. An-Nur:40
[3] Q.S. An-Nahl:36
[4]Wikipedia.com diambil pada tanggal 18 April 2011tersedia [online] http://id.wikipedia.org/wiki/Atheisme
[5] Ibid
0 komentar:
Posting Komentar