Minggu, 08 Mei 2011

Paradigma Ilmu Pengetahuan Modern (teori evolusi dan atheisme bagian 2)

0

Oleh    : Ismail Fajar Romdhon

Kemajuan ilmu pengetahuan modern (baca:Barat) telah menguasai semua disiplin ilmu pasti maupun ilmu terapan. Hal ini karena prinsip “aku berfikir maka aku ada” (cogito ergo sum) yang dicetuskan oleh René Descartespada abad ke -17 telah menginspirasi ilmuwan-ilmuwan Barat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berlandaskan filsafat materialisme. Prinsip ini menekankan bahwa kebenaran yang dapat diterima adalah kebenaran yang telah diuji oleh akal manusia dan dapat dibuktikan secara empiris.Pendapat ini kemudian diteruskan oleh para ilmuwan lain seperti Immanuel Kant, Sigmund Freud dan Charles Darwin.[1]


Epistemologi Barat modern-sekular juga melahirkan faham ateisme. Akibatnya, paham ateisme, menjadi fenomena umum dalam berbagai disiplin keilmuan, seperti filsafat, teologi Yahudi-Kristen, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi, dan lain-lain.[2]

Adalah Immanuel Kant seorang filosuf Jerman yang tidak mengakui kebenaran metafisika. Baginya pengetahuan adalah suatu kepastian sementara metafisik adalah suatu kemustahilan karena tidak dapat dijangkau oleh panca indra. Menurut Kant, pernyataan-pernyataan metafisis tidak memiliki nilai epistemologis (metaphysicial assertions are without epistemological value)[3].

Dalam buku Kritik der Reinen Vernunft, ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan: Apakah yang bisa kuketahui?,Apakah yang harus kulakukan?Apakah yang bisa kuharapkan?. Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.[4]

Tidak berbeda dengan Kant, Sigmund Freud pun memahami agama sebagaiilusi yang berdasarkepadakebutuhanemosianakuntukmemilikikekuatan (regarded the monotheistic god as an illusion based upon the infantile emotional need for a powerful). Freud menganggap bahwa Tuhan yang disembah manusia merupakan ilusi yang lahir dari desakan basic needs manusia untuk mencari perlindungan. Ibaratnya seorang anak yang membutuhkan bapaknya untuk dapat melindungi dan menjaganya dari semua mara bahaya.

Sementara Karl Mark menganggap bahwa agama itu adalah candu masyarakat. Bagi Mark, agama adalah penyebab degradasi peradaban manusia. agama menyebabkan manusia stagnan dan statis. Manusia banyak yang bertindak irasional karena agama yang dianutnya. Tuhan yang digambarkanserba bisa dan berkuasa atas manusia tidak dapat difahami oleh Mark. Baginya ketiadaan agama dan Tuhan dapat membantu membebaskan manusia dari sekat dan ikatan yang bersifat sakral dan irasional.

Karl Mark juga sangat memuja Charles Darwin dalam bidang sains yang menyebutkan bahwa Tuhan tidak berperan dalam proses munculnya alam semesta. Teori Darwin menekankan bahwa semua benda dan spesies makhluk hidup berkembang dan bertahan hidup serta menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Dengan demikian, teori Darwin menghapus peran Tuhan sebagai Pencipta alam semseta. Teori ini jelas sangat mendukung filsafat materialisme yang mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu pun selain materi dan materi adalah esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah. Dengan mereduksi segala sesuatu ke tingkat materi, teori ini mengubah manusia menjadi makhluk yang hanya berorientasi kepada materi dan berpaling dari nilai-nilai moral. Ini adalah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia.[5]

Semua ilmuwan Barat ini dengan latar belakang keilmuwan yang berbeda-beda, yaitu latar belakang filsafat, sains, psikologi dan sosilogi satu kata dalam memahami metafisika. Bahwa hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara empirislah yang memiliki nilai kebenaran. Segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh panca indra yang bisa dipercaya. Sementara agama dan Tuhan hanyalah ciptaan manusia.

Faham ini akan relevan bila ditujukan kepada agama ahli kitab dan agama pagan. Karena agama-agama tersebut lahir dan tumbuh dari hasil pemikiran manusia yang mengandung banyak kontradiksi di dalamnya. Berbeda dengan Islam yang secara tegas mengajukan challenge kepada para pengingkarnya untuk dapat menciptakan ayat-ayat yang serupa dengan ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an. Firman Allah SWT.:

وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

Dan jika kamu meragukan (al-Quran) yang Kami Turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. [6]

            Imam Ath-Thobari dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini merupakan ihtijaj (argumentasi) bagi Nabi SAW. Dalam menghadapi orang-orang Musyrik, kaum munafiq dan orang-orang ahli kitab, bahwa jika mereka ragu kepada kebenaran yang dibawa oleh Muhammad SAW. Ragu terhadap kebenaran Al-Quran, maka hendaklah mereka mendatangkan hujjah yang menandingi kekuatan Al-Qur’an. Karena baik kalian maupun orang-orang yang membantu kalian akan kesulitan dan mustahil dapat membuat satu surat yang menyerupai surat Al-Qur’an. Dan jika kalian pada akhirnya menyerah, maka deklarasikanlah bahwa Al-Qur’an bukanlah ciptaan maupun gubahan Muhammad, karena Muhammad hanyalah manusia biasa seperti halnya kalian. [7]


(download dalam bentuk document)



[1] Adnin Armas dalam makalahnya Westerenisasi dan Islamisasi Ilmu
[2]Ibid
[3] Ibid
[4]Wikipedia.com, diambil pada Tanggal 19 April 2011 tersedia [online] http://id.wikipedia.org/wiki/Immanuel_Kant
[5] Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi. Harun Yahya International 2004
[6] Q.S. Al-Baqoroh ayat 23
[7] Abu Ja’far Ath-Thobari, Jamiul Bayan fi Ta’wilil Qur’an. Al-Maktabah Asy-Syamilah




0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting