Oleh : Sena Zaeni Aqwam
Persoalannya tidak demikian, karena garis tersebut memang melengkung dan berkelok-kelok mengikuti permukaan bumi. Jadi tidak mungkin kita menggambarkan bahwa garis yang paling pendek antara kota New York dan kota Paris, misalnya, adalah garis lurus.
Selama kita menganalogikannya diatas permukaan bumi, hal itu tidaklah relevan, karena kenyataannya permukaan bumi itu tidak lurus, tetapi melengkung. Akan tetapi jika kita menggambarkan bahwa garis yang paling pendek antara kota New York dan kota Paris adalah garis lurus, dengan menganalogikan jarak tersebut di dalam perut bumi, maka hukum Aksioma yang menentukan bahwa garis lurus adalah garis terpendek diantara dua titik adalah benar.
Ketika teori relativitas mengatakan bahwa dimensi-dimensi itu tidak hanya tiga, melainkan empat dan salah satunya adalah waktu, maka teori tersebut berlaku pada benda yang bergerak dan bukan pada benda yang tetap dan diam, serta berlaku pada tempat dan waktu dimana gerakan itu terjadi dan manusia yang mengamatinya berdiri diantara keduanya. Secara ilmiah telah ditetapkan bahwa:
1. Tidak ada benda di alam semesta ini – mulai dari atom hingga galaksi - selain di dalam gerakan yang terus menerus dengan kecepatan yang berbeda-beda.
2. Benda-benda itu mengkerut secara relatif pada garis arah kecepatannya sehingga pengkerutan itu dapat bertambah dan juga berkurang sesuai dengan kecepatannya.
3. Massa benda juga merupakan sifat yang relatif dan nilainya bertambah seiring dengan bertambahnya kecepatan benda sehingga diantara massa dan energi terdapat kesesuaian yang mutlak, artinya energi tersebut sama dengan massa jika dikalikan dengan bilangan tetap yaitu empat kali kecepatan cahaya.
4. Kesesuaian yang tetap antara energi dan massa atau kekuatan dan benda ini, menjadikan keduanya menjadi sesuatu yang tunggal, setiap kali massa itu bertambah, energi pun ikut bertambah, dan setiap kali energi itu berkurang, maka berkurang juga massanya, sehingga dengan hal inilah benda itu bisa mengalami kemusnahan.
5. Waktu itu sendiri akan dipahami secara berbeda oleh dua orang yang masing-masingnya berada di suatu benda angkasa yang berbeda, karena adanya perbedaan kecepatan diantara masing-masing benda angkasa tersebut. Sebab, waktu itu, sebagaimana yang kita ketahui, merupakan gerakan yang saling menimpa, sehingga analogi waktu juga bersifat nisbi.
Dari kebenaran-kebanaran ilmiah diatas, dapat ditarik kesimpulan ilmiah, diantaranya ialah bahwa penggambaran kita tentang dimensi benda-benda yang bergerak tidak boleh hanya berasakan tiga dimensi tempat saja (panjang, lebar dan tinggi) yang selama ini kita ketahui, akan tetapi, harus dimasukkan pula unsur waktu, yakni unsur kecepatan yang menguasai panjang, massa dan energi benda; serta selanjutnya menguasai lamanya benda dalam keadaannya yang utuh ataupun rusak. Demikianlah, sudah sewajarnya bila kita memperhatikan benda dengan pandangan yang relative yang berusaha memadukan unsur tempat, waktu, gerakan dan kecepatannya. Inilah makna “relativitas”.tentang teori relativitas itu sendiri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Tidak menetapkan kemutlakan tempat dan waktu sehingga telah mendekatkan diri pada keimanan akan eksistensi Allah.
2. Telah menetapkan adanya kesatuan benda dan energi serta perubahan benda menjadi energi dan kemusnahannya.
3. Telah menarik kesimpulan tentang tidak mustahilnya penciptaan dan kemusnahan. Berbeda dengan prinsip yang mengemukakan bahwa, “Tidak ada sesuatupun di alam ini yang diciptakan ataupun yang binasa.”
Dengan demikian, teori relativitas ini sebenarnya semakin mendekatkan kita kepada keimanan dan kepada Allah. Lantas, bagaimana dengan Einstein itu sendiri, apakah ia termasuk orang yang beriman akan eksistensi Tuhan?
Ia tidak hanya meyakini adanya Tuhan saja. Akan tetapi, Einstein berpandangan bahwa tidak ada seorang ilmuwan pun yang genius yang dapat menembus berbagai rahasia hikmah dan keteraturan di dalam penciptaan alam ini kecuali apabila rasa keimanannya kepada Tuhan demikian besar. Bahkan, ia berpendapat bahwa sains tidak bisa berjalan dengan baik tanpa dukungan keimanan. Sebaliknya, keimanan tidak akan mendapat cahaya tanpa dukungan sains.
Selanjutnya, ia berkata –dan alangkah indah perkataanya itu- bahwa, “Getaran jiwa yang paling indah yang kita rasakan ialah getaran yang kita alami ketika kita berada di atas tangga kerahasiaan menuju pintu alam gaib. Getaran ini adalah inti untuk mengetahui kebenaran pada setiap bidang dan sains. Sungguh, matilah orang yang terasing dari perasaan ini. Sebab, ia senantiasa hidup dalam ketakutan tanpa ditemukan pada dirinya suatu jalan terbuka bagi indahnya kekaguman.
Hakikat perasaan agama, pada esensinya, adalah ketika kita mengetahui bahwa Sesuatu (Tuhan) yang tidak bisa diketahui esensi zat-Nya adalah benar-benar ada, dan secara jelas, tampak dengan adanya tanda-tanda hikmah-Nya yang tinggi dan adanya kemegahan sinar-sinar keindahan yang tidak memungkinkan daya-daya pikir yang miskin untuk mengetahuinya; kecuali menggambarkan wataknya di permukaan tanpa berbagai detilnya yang ada di dalam.”
Akhirnya, Einstein, dengan bisikan keimanan seorang ilmuwa yang mengetahui adanya korelasi antara keimanan kepada Allah dan sains, mengatakan, “Alangkah dalamnya keimanan terhadap hikmah yang menjadi dasar bangunan alam semesta yang diperoleh oleh dan Newton. Alangkah rindunya untuk melihat cahaya terkecil dari cahaya akal yang tampak jelas pada alam semesta ini! Sungguh, aku tidak bisa membayangkan apabila seseorang yang benar –benar ilmuwan, yang tidak mengetahui bahwa prinsip-prinsip yang benar bagi alam yang nyata ini dibangun diatas dasar hikmah yang dapat dipahami oleh akal.
Sains tanpa keimanan berjalan pincang, dan keimanan tanpa sains bagaikan orang butu yang meraba-raba di kegelapan.” Alangkah serasinya pernyataan Einstein ini dengan agama islam yang menyatakan bahwa ilmu tanpa amal (aksi) itu bagaikan pohon tak berbuah". Dan sebaliknya, amal (aksi) tanpa ilmu adalah kebohongan yang ditimbulkan dari ketidakingintahuan. Dan pernyataan Einstein itu serupa dengan pernyataan bahwa usaha tanpa do’a itu adalah sebuah kesombongan, dan do’a tanpa usaha adalah sebuah kemalasan dan kenihilan. Alangkah indahnya sains yang dibaluti dengan keimanan.
Itulah segelintir pembicaraan tentang ilmuwan genius Einstein, yang gambarnya terpampang dalam poster dengan lidah menjulur seperti lambang grup band Rolling Stone yang senantiasa disertai dengan rumus E=mc2.
Semoga bermanfaat.
Bismillahirrohmanirrohim,
Jika orang-orang ditanya perihal apakah Einstein itu? Pasti semua orang akan mengoreksi pertanyaan itu menjadi siapakah Einstein itu? Lantas jawabannya? Pasti orang-orang itu akan langsung menjawab bahwa Einstein itu adalah seorang yang jenius, tepatnya ilmuwan yang jenius.
Maka jawaban mereka itu sungguhlah benar bagi timbangan manusia. Lantas bagaimana kejeniusan Einstein itu sehingga ia dapat mendapat tempat dalam ingatan banyak manusia? Semua orang pasti tahu akan hal itu, dan hal itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Einstein adalah seorang ilmuwan yang tersohor yang telah mengemukakan rumusannya mengenai energi yaitu dengan rumusan E=mc2, dengan E simbol dari pada Energi, M symbol daripada massa, dan C symbol daripada cahaya –setidaknya itu yang aku tahu. Bahkan poster Einstein yang terpampang di kamar orang-orang itu senantiasa disertai dengan rumusan diatas. Sebegitu terkenalkah Einstein? Lantas, apa lagi selain hal tersebut yang membuatnya bisa dikenal?
Einstein mengungkapkan kepada dunia bahwa “Massa dan energi itu adalah tunggal.” Kebenaran pendapatnya ini terbukti ketika atom dimungkinkan untuk dibelah dan massanya dialihkan menjadi energi. Jika demikian adanya, maka tidak ada penghalang jika sewaktu-waktu dapat dibuktikan bahwa energi pun bisa dirubah menjadi massa. Hal ini memungkinkan kita mengetahui akan rahasia kisah pemindahan singgasana Ratu Balqis yang secepat cahaya bisa berpindah dari jarak 3000 km, ataupun memungkinkah kita mengetahui rahasia perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad.
Selain teori-teori Einstein diatas yang membuatnya menjadi dikenal banyak ilmuwan, ada satu lagi teori Einstein yang membuatnya dikenal yaitu teori relativitas. Secara sepintas jika dipahami, teori ini sepertinya adalah sebuah teori yang membingungkan karena ia menjungkirbalikkan sejumlah prinsip akal dan Aksioma yang ada di kepala, ketika teori itu mengingkari bahwa garis lurus adalah identik dengan garis yang paling pendek diantara dua titik, dan ketika teori itu mengemukakan bahwa dimensi itu tidak hanya tiga, melainkan empat, dan salah satunya adalah waktu.
Anggapan itu berlaku bagi orang yang mengetahui teori itu dari surat kabar atau dari banyak orang. Tapi apakah memungkinkan bagi orang sekaliber Einstein untuk menentang akal-pikirannya sendiri dan mengingkari sejumlah Aksioma yang ada? Sebetulnya, Einstein tidaklah menjungkirbalikkan pemikiran, tetapi Einstein hanya mengoreksi sebagian aspeknya.
Ia pun tidak mengingkari berbagai Aksioma yang ada, tetapi mengingatkan kita supaya kita memasukkan perhitungan tempat, waktu, dan gerakan yang di dalamnya terdapat sesuatu yang terindra- ke dalam pemahaman dan kesadaran kita tentang Aksioma itu. Teori relativitas, ketika mengatakan bahwa garis lurus bukanlah garis terpendek diantara dua titik, di dalam perhitungannya, menganggap bahwa lengkungan bumi itu yang kita gambarkan ada garis lurus da atasnya lurus.
Jika orang-orang ditanya perihal apakah Einstein itu? Pasti semua orang akan mengoreksi pertanyaan itu menjadi siapakah Einstein itu? Lantas jawabannya? Pasti orang-orang itu akan langsung menjawab bahwa Einstein itu adalah seorang yang jenius, tepatnya ilmuwan yang jenius.
Maka jawaban mereka itu sungguhlah benar bagi timbangan manusia. Lantas bagaimana kejeniusan Einstein itu sehingga ia dapat mendapat tempat dalam ingatan banyak manusia? Semua orang pasti tahu akan hal itu, dan hal itulah yang akan dibahas dalam tulisan ini.
Einstein adalah seorang ilmuwan yang tersohor yang telah mengemukakan rumusannya mengenai energi yaitu dengan rumusan E=mc2, dengan E simbol dari pada Energi, M symbol daripada massa, dan C symbol daripada cahaya –setidaknya itu yang aku tahu. Bahkan poster Einstein yang terpampang di kamar orang-orang itu senantiasa disertai dengan rumusan diatas. Sebegitu terkenalkah Einstein? Lantas, apa lagi selain hal tersebut yang membuatnya bisa dikenal?
Einstein mengungkapkan kepada dunia bahwa “Massa dan energi itu adalah tunggal.” Kebenaran pendapatnya ini terbukti ketika atom dimungkinkan untuk dibelah dan massanya dialihkan menjadi energi. Jika demikian adanya, maka tidak ada penghalang jika sewaktu-waktu dapat dibuktikan bahwa energi pun bisa dirubah menjadi massa. Hal ini memungkinkan kita mengetahui akan rahasia kisah pemindahan singgasana Ratu Balqis yang secepat cahaya bisa berpindah dari jarak 3000 km, ataupun memungkinkah kita mengetahui rahasia perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad.
Selain teori-teori Einstein diatas yang membuatnya menjadi dikenal banyak ilmuwan, ada satu lagi teori Einstein yang membuatnya dikenal yaitu teori relativitas. Secara sepintas jika dipahami, teori ini sepertinya adalah sebuah teori yang membingungkan karena ia menjungkirbalikkan sejumlah prinsip akal dan Aksioma yang ada di kepala, ketika teori itu mengingkari bahwa garis lurus adalah identik dengan garis yang paling pendek diantara dua titik, dan ketika teori itu mengemukakan bahwa dimensi itu tidak hanya tiga, melainkan empat, dan salah satunya adalah waktu.
Anggapan itu berlaku bagi orang yang mengetahui teori itu dari surat kabar atau dari banyak orang. Tapi apakah memungkinkan bagi orang sekaliber Einstein untuk menentang akal-pikirannya sendiri dan mengingkari sejumlah Aksioma yang ada? Sebetulnya, Einstein tidaklah menjungkirbalikkan pemikiran, tetapi Einstein hanya mengoreksi sebagian aspeknya.
Ia pun tidak mengingkari berbagai Aksioma yang ada, tetapi mengingatkan kita supaya kita memasukkan perhitungan tempat, waktu, dan gerakan yang di dalamnya terdapat sesuatu yang terindra- ke dalam pemahaman dan kesadaran kita tentang Aksioma itu. Teori relativitas, ketika mengatakan bahwa garis lurus bukanlah garis terpendek diantara dua titik, di dalam perhitungannya, menganggap bahwa lengkungan bumi itu yang kita gambarkan ada garis lurus da atasnya lurus.
Persoalannya tidak demikian, karena garis tersebut memang melengkung dan berkelok-kelok mengikuti permukaan bumi. Jadi tidak mungkin kita menggambarkan bahwa garis yang paling pendek antara kota New York dan kota Paris, misalnya, adalah garis lurus.
Selama kita menganalogikannya diatas permukaan bumi, hal itu tidaklah relevan, karena kenyataannya permukaan bumi itu tidak lurus, tetapi melengkung. Akan tetapi jika kita menggambarkan bahwa garis yang paling pendek antara kota New York dan kota Paris adalah garis lurus, dengan menganalogikan jarak tersebut di dalam perut bumi, maka hukum Aksioma yang menentukan bahwa garis lurus adalah garis terpendek diantara dua titik adalah benar.
Ketika teori relativitas mengatakan bahwa dimensi-dimensi itu tidak hanya tiga, melainkan empat dan salah satunya adalah waktu, maka teori tersebut berlaku pada benda yang bergerak dan bukan pada benda yang tetap dan diam, serta berlaku pada tempat dan waktu dimana gerakan itu terjadi dan manusia yang mengamatinya berdiri diantara keduanya. Secara ilmiah telah ditetapkan bahwa:
1. Tidak ada benda di alam semesta ini – mulai dari atom hingga galaksi - selain di dalam gerakan yang terus menerus dengan kecepatan yang berbeda-beda.
2. Benda-benda itu mengkerut secara relatif pada garis arah kecepatannya sehingga pengkerutan itu dapat bertambah dan juga berkurang sesuai dengan kecepatannya.
3. Massa benda juga merupakan sifat yang relatif dan nilainya bertambah seiring dengan bertambahnya kecepatan benda sehingga diantara massa dan energi terdapat kesesuaian yang mutlak, artinya energi tersebut sama dengan massa jika dikalikan dengan bilangan tetap yaitu empat kali kecepatan cahaya.
4. Kesesuaian yang tetap antara energi dan massa atau kekuatan dan benda ini, menjadikan keduanya menjadi sesuatu yang tunggal, setiap kali massa itu bertambah, energi pun ikut bertambah, dan setiap kali energi itu berkurang, maka berkurang juga massanya, sehingga dengan hal inilah benda itu bisa mengalami kemusnahan.
5. Waktu itu sendiri akan dipahami secara berbeda oleh dua orang yang masing-masingnya berada di suatu benda angkasa yang berbeda, karena adanya perbedaan kecepatan diantara masing-masing benda angkasa tersebut. Sebab, waktu itu, sebagaimana yang kita ketahui, merupakan gerakan yang saling menimpa, sehingga analogi waktu juga bersifat nisbi.
Dari kebenaran-kebanaran ilmiah diatas, dapat ditarik kesimpulan ilmiah, diantaranya ialah bahwa penggambaran kita tentang dimensi benda-benda yang bergerak tidak boleh hanya berasakan tiga dimensi tempat saja (panjang, lebar dan tinggi) yang selama ini kita ketahui, akan tetapi, harus dimasukkan pula unsur waktu, yakni unsur kecepatan yang menguasai panjang, massa dan energi benda; serta selanjutnya menguasai lamanya benda dalam keadaannya yang utuh ataupun rusak. Demikianlah, sudah sewajarnya bila kita memperhatikan benda dengan pandangan yang relative yang berusaha memadukan unsur tempat, waktu, gerakan dan kecepatannya. Inilah makna “relativitas”.tentang teori relativitas itu sendiri, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Tidak menetapkan kemutlakan tempat dan waktu sehingga telah mendekatkan diri pada keimanan akan eksistensi Allah.
2. Telah menetapkan adanya kesatuan benda dan energi serta perubahan benda menjadi energi dan kemusnahannya.
3. Telah menarik kesimpulan tentang tidak mustahilnya penciptaan dan kemusnahan. Berbeda dengan prinsip yang mengemukakan bahwa, “Tidak ada sesuatupun di alam ini yang diciptakan ataupun yang binasa.”
Dengan demikian, teori relativitas ini sebenarnya semakin mendekatkan kita kepada keimanan dan kepada Allah. Lantas, bagaimana dengan Einstein itu sendiri, apakah ia termasuk orang yang beriman akan eksistensi Tuhan?
Ia tidak hanya meyakini adanya Tuhan saja. Akan tetapi, Einstein berpandangan bahwa tidak ada seorang ilmuwan pun yang genius yang dapat menembus berbagai rahasia hikmah dan keteraturan di dalam penciptaan alam ini kecuali apabila rasa keimanannya kepada Tuhan demikian besar. Bahkan, ia berpendapat bahwa sains tidak bisa berjalan dengan baik tanpa dukungan keimanan. Sebaliknya, keimanan tidak akan mendapat cahaya tanpa dukungan sains.
Selanjutnya, ia berkata –dan alangkah indah perkataanya itu- bahwa, “Getaran jiwa yang paling indah yang kita rasakan ialah getaran yang kita alami ketika kita berada di atas tangga kerahasiaan menuju pintu alam gaib. Getaran ini adalah inti untuk mengetahui kebenaran pada setiap bidang dan sains. Sungguh, matilah orang yang terasing dari perasaan ini. Sebab, ia senantiasa hidup dalam ketakutan tanpa ditemukan pada dirinya suatu jalan terbuka bagi indahnya kekaguman.
Hakikat perasaan agama, pada esensinya, adalah ketika kita mengetahui bahwa Sesuatu (Tuhan) yang tidak bisa diketahui esensi zat-Nya adalah benar-benar ada, dan secara jelas, tampak dengan adanya tanda-tanda hikmah-Nya yang tinggi dan adanya kemegahan sinar-sinar keindahan yang tidak memungkinkan daya-daya pikir yang miskin untuk mengetahuinya; kecuali menggambarkan wataknya di permukaan tanpa berbagai detilnya yang ada di dalam.”
Akhirnya, Einstein, dengan bisikan keimanan seorang ilmuwa yang mengetahui adanya korelasi antara keimanan kepada Allah dan sains, mengatakan, “Alangkah dalamnya keimanan terhadap hikmah yang menjadi dasar bangunan alam semesta yang diperoleh oleh dan Newton. Alangkah rindunya untuk melihat cahaya terkecil dari cahaya akal yang tampak jelas pada alam semesta ini! Sungguh, aku tidak bisa membayangkan apabila seseorang yang benar –benar ilmuwan, yang tidak mengetahui bahwa prinsip-prinsip yang benar bagi alam yang nyata ini dibangun diatas dasar hikmah yang dapat dipahami oleh akal.
Sains tanpa keimanan berjalan pincang, dan keimanan tanpa sains bagaikan orang butu yang meraba-raba di kegelapan.” Alangkah serasinya pernyataan Einstein ini dengan agama islam yang menyatakan bahwa ilmu tanpa amal (aksi) itu bagaikan pohon tak berbuah". Dan sebaliknya, amal (aksi) tanpa ilmu adalah kebohongan yang ditimbulkan dari ketidakingintahuan. Dan pernyataan Einstein itu serupa dengan pernyataan bahwa usaha tanpa do’a itu adalah sebuah kesombongan, dan do’a tanpa usaha adalah sebuah kemalasan dan kenihilan. Alangkah indahnya sains yang dibaluti dengan keimanan.
Itulah segelintir pembicaraan tentang ilmuwan genius Einstein, yang gambarnya terpampang dalam poster dengan lidah menjulur seperti lambang grup band Rolling Stone yang senantiasa disertai dengan rumus E=mc2.
Semoga bermanfaat.
Allahu ya’khudzu bi aidiina ilaa maa fiihi khoiron lil islam wal muslimin.
(download dalam bentuk dokumen)
(download dalam bentuk dokumen)
1 komentar:
Insigthful
Posting Komentar