Senin, 25 April 2011

Esensi Sebuah Filsafat, Bagian 2

0



oleh            : Sena Zaeni Aqwam,


Hayran                  : akan tetapi, dari manakah datangnya kekuatan cinta dan benci?
Syaikh                   : maukah engkau mendiskusikan suatu pendapat yang dibangun diatas fantasi? Empedocles tidak merasa cukup sampai disini saja. Bahkan ia menganggap bahwa jiwa-jiwa tersusun dari empat unsur, meskipunia lebih menekankanunsur udara dan api. Api adalah dewa Zeus, udara adalah dewa Hera, bumi ialah dewa Arcus dan air adalah dewa Nestis, yakni dewa yang menangis, kemudian air matanya berjatuhan layaknya embun yang berjatuhan diatas bumi. Dari sini, Empedocles semakin jauh mengigau, sehingga ia menganggap bahwa kita semua ini adalah dewa-dewa.

Kemudian datang Demokritus sebagai pencipta teori atom. Dialah orang yang pertama kali menguraikan bahwa alam semesta ini terdiri dari bilangan atom-atom yang tiada habisnya. Atom-atom ini serupa, sejenis, azali, abadi, dan bergerak dengan sendirinya didalam kekosongan. Dari gerakannya dan percampurannya, tersusunlah semua yang ada dan terciptalah alam semesta ini. Tentang perbedaan sifat yang ada hal itu timbul karena perbedaan pertalian, susunan dan letak atom-atom didalam benda, serta perbedaan orang yang menelitinya.

Demokritus beralasan bahwa keazalian dan keabadian atom adalah karena segala wujud tidak bisa timbul dari yang bukan wujud, sebagaimana yang wujud tidak mungkin berubah menjadi tidak ada. Seandainya atom itu tidak berada dalam kekosongan, ia tidak mungkin bergerak. Dari sinilah, ia sampai pada kesimpulan bahwa di alam ini, ada tiga realitas dasar yaitu atom, kekosongan dan gerak (les atoms, le vide, le mouvement).



Hayran                  : Bukankah didalam susunan ala material yang terdiri dari atom-atom ini terdapat sesuatu yang jauh dari jangkauan akal?lantas siapakah yang menciptakan atom-atom ini, dan siapa pula yang menggerakkannya?
Syaikh                   : Jawaban atas pertanyaanmu itu tidak dimiliki oleh Demokritus melainkan oleh yang lainnya. Demokritus telah menyimpang dari kebenaran berpikir ketika ia mengira bahwa gerak atom-atom itu merupakan akibat dari “keniscayaan mutlak” yang mendorongnya untuk bergerak dan bertemu, berjalan dan bercampur. Susunan alam ini, termasuk benda-benda mati, tumbuh-tumbuhan dan hewan, hingga ruh-ruh dan dewa-dewa, menurut pendapatnya tersusun dari atom-atom yang berjalan dengan “keniscayaan mutlak”.


Sesudah Demokritus, datanglah Anaxagoras yang menyerang ide-ide Demokritus tentang “keniscayaan mutlak” dan meremehkannya pula. Ia mengatakan –seolah-olah ia seorang mukmin yang agung- bahwa mustahil kekuatan “keniscayaan mutlak” itu mampu menciptakan keindahan dan tata aturan yang Nampak jelas pada alam ini. Kekuatan tersebut tidak menghasilkan apapun melainkan hanya kekacauan. Zat yang menggerakkan benda tidak lain adalah akal, kesadaran dan pandangan yang bijak.

Hayran                  : Ini sesuatu yang agung sekali. Apakah mungkin Anaxagoras, dengan kata-katanya itu, bermaksud menetapkan eksistensi Allah?
Syaikh                   : aku tidak tahu,Hayran. Sebab, petunjuk Allah melalui lisan para rosul-Nya adalah terlebih dahulu daripada orang Yunani dan filsafat mereka. Akan tetapi, menurut pikiranku, lebih tepat untuk dikatakan, bahwa sebagian besar filsafat klasik di Mesir, di Tiongkok, di India, merupakan sisa-sisa ajaran-ajaran kenabian yang telah dilupakan oleh sejarah. Mereka yang mempunyai pemikiran ini kemudian dimasukkan kedalam kelompok filosof. Boleh jadi diantara mereka adalah termasuk para nabi, atau setidaknya, pengikut ajaran nabi. Yang jelas dari kata-kata Anaxagoras ini, ia masih berputar-putar di sekitar masalah keimanan ini ketika ia menyadari –dengan akalnya yang sehat- bahwa susunan yang teratur ini tidak mungkin timbul kecuali dari “akal yang bijaksana”. Oleh karena itu, Anaxagoras dianggap sebagai orang pertama yang membuka pintu filsafat spiritualisme dan datang dengan pikiran yang masih mengembara di sekitar kebenaran. Inilah yang membuat Aristoteles mengatakan bahwa Anaxagoras adalah satu-satunya orang yang tetap menjaga kesadaran akalnya di hadapan “igauan” orang-rang sebelumnya.
Hayran                  : Alhamdulillah, kita telah sampai kepada tempat munculnya filsafat yang lebih tinggi daripada sekedar igauan.
Syaikh                   : Memang, filsafat berjalan kea rah kebenaran, meskipun dengan lengkah yang lambat. Kadang-kadang ia dirintangi oleh kaum skeptic seperti, misalnya orang-orang sofis. Dengan gaya perdebatan mereka yang menakjubkan, yang nyaris mematikan semua pemikiran yang sehat.
Hayran                  : saya mendengar kata sofisme berarti perdebatan yang menipu.
Syaikh                   : Memang, dari kata sofis timbullah kata sofisme. Sofisme adalah suatu metode yang ditempuh untuk memutar balikkan kebenaran oleh mereka yang pandai mengajari manusia melalui perdebatan bohong. Kata sofis, ddidalam bahasa Yunani, berarti guru dalam ilmu terapan dan ilmu murni. Kemudian kata ini dipakai untuk menyebut guru-guru tersebut. Dari kata ini pula orang-orang Arab mengambil istilah safsathah.
………………………………………………………………………………………………………………………………………… Hayran, disini engkau akan melihat igauan itu begitu lemah dan rendah, sehingga tidak pantas dimasukkan ke dalam pembahasan filsafat, meskipun Giorgias telah berjasa karena ia telah melahirkan Socrates.
Hayran                  :Bagaimana igauan itu dapat melahirkan Socrates yang bijak?
Syaikh                   : Socrates adalah orang yang berjasa meletakkan dasar dan membangun filsafat pengetahuan (epistemologi). Karena jasanya, epistemology masih menawan akal yang sehat sejak lebih 2000 tahun yang lalu hingga masa kita sekarang ini, betapapun orang ramai membicarakannya, Hayran. Tujuan Socrates dalam filsafat tiada lain adalah untuk meletakkan kaidah-kaidah pengetahuan diatas rasio dan menguatkan dasar keutamaan pada hati orang banyak diatas landasan kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi. Filosof yang suci ini melihat bahwa moral manusia pada masanya telah bobrok gara-gara orang Sofis yang telah mengingkari rasio, kebenaran, keyakinan dan keutamaan-keutamaan moral. Mereka telah mengembalikan dasar-dasar pengetahuan seluruhnya kepada perasaan (persepsi indra). Oleh karena itulah, Socrates berusaha untuk mengembalikan dasar-dasar pengetahuan kepada rasio yang keputusan-keputusannya disepakati oleh semua orang tanpa ada perselisihan. Dengan itu, definisi keutamaan bisa dibakukan.

Socrates berpendapat, adalah tidak rasional apabila pengetahuan bisa diperoleh hanya dengan indra, karena indra berbeda-beda berdasarkan perbedaan individu, suasana dan keadaan. Oleh karena itu, kita harus mencari sumber yang pasti untuk pengetahuan yang tidak diperselisihkan orang selamanya. Apabila kita memperhatikan pengetahuan kita saat ini, kita melihat bahwa pengetahuan itu meliputi hal-hal yang particular yang datang pada kita melalui metode pengindraan, dan hal-hal universal yang tidak mempunyai wujud diluar pikiran yang bisa diindra.

Untuk itu, Socrates membuat satu contoh tentang makna spesies. Makna spesies dapat diketahui oleh akal kita dengan cara mengumpulkan sifat-sifat yang sama yang diiliki oleh setiap spesies dan meninggalkan sifat-sifat yang menonjol yang tampak pada sebagian spesies. Selanjutnya, Socrates mengatakan bahwa pengetahuan ini, yaitu pengetahuan tentang sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh indra dan tidak mempunyai wujud yang nyata diluar pikiran, adalah pengetahuan universal yang keberadaannya tidak diragukan lagi oleh seorang yang berakal, yakni bahwa ia semata-mata merupakan hasil dari aktivitas rasio.pengetahuan universal dan rasional inilah yang seharusnya menjadi dasar pengetahuan. Oleh karena itu, seandainya objek indra yang particular berbeda-beda menurut perbedaan individu, suasana, keadaan, dan konteksnya, berarti akal –sebagai sesuatu yang umum dan dimilki bersama oleh semua orangtidak mungkin berbeda-beda selama akal itu sehat. Dengan pengetahuan yang rasional dan universal ini, kita dapat membuat standarisasi yang benar dan permanen tentang kebenaran, dan juga mengetahui apa yang dimaksud dengan keutamaan.

Sesudah Socrates,, datanglah muridnya, yaitu Plato yang terkenal itu. Ia menguatkan teori pengetahuan yang dibuat oleh gurunya itu dan menambahkan argumentasinya sendiri. Aka tetapi, kita tidak tahu, mengapa ia meletakkan pengetahuan ini diatas dasar sejumlah ide. Lantas apa pula yang dimaksud dengan ide-ide itu?

Plato berpendapat bahwa makna yang universal bukanlah sesuatu yang bisa dicapai oleh indra, melainkan oleh akal semata. Keindahan dan keburukan, misalnya, adalah dua hal yang dapat kita ketahui pada perkara yang banyak sekali, yang berbeda-beda gejala dan bentuknya. Lalu, apakah yang menyebabkan kita mendefinisikan bahwa semua perkara ini berkaitan dengan keindahan dan perkara yang lain berkaitan dengan keburukan? Bukan indra kita yang mengetahui keterkaitan itu, melainkan rasio kitalah yang empertemukan dan memperbandingkan perkara-perkara didalam  hal keindahan, sehingga ia mengetahui bahwa pada perkara-perkara itu terdapat keindahan. Namun, agar rasio dapat mempertemukan dan memperbandingkan perkara-perkara ini, ia mesti mempunyai suatu ide yang asli dan orisinil tentang keindahan dan keburukan. Seandainya kita mengatakan bahwa ide itu berasal dari kreasi akal kita, berarti kita mundur ke belakang mengikuti orang-orang Sofis yang mengukur kebenaran berdasarkan standarisasi individu murni (subjektivisme). Jadi, kita harus mengatakan bahwa pengertian universal itu mempunyai wujud hakiki dibaik akal pikiran kita. Inilah yang dimaksud oleh Plato dengan ide (les idees).

Ia juga mengatakan bahwa jiwa-jiwa kita, sebelum menitis kedalam jasad, telah hidup di dunia ide. Ketika jiwa telah menyatu kedalam jasad, ia agak melupakan dunia ide. Akan tetapi  ia meletakkan pandangannya tentang jiwa berdasarkan pengertian yang universal, seperti pengertian keindahan dan keburukan, engkau akan teringat terhadap contoh yang dikemukakannya melalui jalan perbandingan, engkaupun akan mengetahui kebaikan dan keburukan pada suatu perkara. Demikianlah keadaan semua pengertian universal seperti keutamaan, keadila, kebaikan, dan lain-lain. Dengan demikian, ilmu ialah upaya mengingat-ingat ide, sedangkan kebodohan ialah keadaan lupa terhadap ide. Sementara pengalaman-pengalaman didalam kehidupan dunia, tidak lain merupakan wasilah untuk membangunkan dan mengingatkan akal terhadap apa yang pernah diketahui sebelumnya di dunia ide.


Hayran                  : Akan tetapi Syaikh, apa yang dimaksud dengan dunia ide itu dan bagaimana hakikatnya?
Syaikh                   : Adalah hakmu untuk merasa heran, sebagaimana juga dialami oleh Aristoteles yang hidup sebelumnya. Plato menguraikan dunia ide tersebut dengan sifat-sifat yang banyak sekali sehingga dunia ide itu tidak dapat dimengerti dan tidak rasional, kecuali apabila diiehendakinya dengan ide tersebut adalah segala perkara yang ada didalam ilmu Tuhan. Aku menduganya demikian, Hayran. Sebab, Plato mengatakan bahwa ide terseut bukanlah materi, melainkan pengertian yang abstrak. Unsur-unsur dan Unsur-unsur dan keberadaannya berasal dari dirinya, bukan dari hal-hal diluarnya. Dunia ide menjadi dasar segala sesuatu. Ia tidak bersandar pada suatu perkara yang lain, tetapi yang lain itu bersandar padanya. Ide bersifat langgeng, permanen,abadi, diam, sempurna dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Tidakkah engkau memahami sifat-sifat tersebut? Artinya, bahwa Plato hamper menghendaki perkara-perkara yang ada di dalam ilmu Allah?
Hayran                  : Apakah Plato mempercayai eksistensi Allah?
Syaikh                   : Plato termasuk salah seorang filosof pertama yang berbicara tentang eksistensi Tuhan, yakni bahwa Tuhan adalah Pencipta alam semesta dan Yang Mengaturnya. Untuk itu, Plato mengemukakan bukti-bukti. Diantaranya yang terpenting ialah bukti tentang kerapian. Ia berpendapat bahwa alam ini merupakan suatu tanda keindahan dan kerapian. Selamanya, ala mini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, melainkan ia adalah ciptaan Zat Yang Berakal, Mahasempurna, Pemilik kebaikan, dan Pengatur segala sesuatu berdasarkan suatu maksud dan hikmah tertentu.

Akan tetapi, ketika Plato hendak menggambarkan dan melukiskan bagaimana Tuhan membuat alam ini, akalnya terbentur pada suatu problem yang biasa kita jumpai. Ia tidak mampu membayangkan bagaimana makhluk tercipta dari ketiadaan (cretio ex nihilo). Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa semua makhluk tersusun dari materi dan bentuk (forme). Bentuk inilah yang membuat materi itu menjadi benda tertentu. Bentuk ini pula yang merupakan akibat dari ide-ide yang member corak dan bentuk tertentu pada sesuatu tersebut. Jadi, sesuatu, sebelum mengambil bentuk berdasarkan idenya, sehingga ia memperoleh hakikat wujud setelah asalnya tidak ada. Zat yang memberikan corak yang sesuai dengan idenya sehingga materi itu menemukan bentuknya –setelah sebelumnya tidak ada- itulah Tuhan.
Hayran                  : saya tidak mengerti, mengapa benda itu tidak ada sebelum mengambil bentuknya?
Syaikh                   : engkau tidak mengerti, demikian juga aku. Plato sendiri, dengan rasionya yang lurus dan sempurna, juga tidak mengerti, bagaimana mungkin sesuatu itu merupakan sebuah materi dan ketiadaan pada saat bersamaan? Akan tetapi, rasio Plato yang terlalu memaksakan diripun akhirnya terjerumus kadalam anggapan yang salah tersebut, karena tidak sanggup menggambarkan cretio ex nihilo (penciptaan dari ketiadaan murni). Ketidakberdayaan ini timbul dari analogi yang menipu dan menguasai alam pikiran kita yang tidak biasa menggambarkan terjadinya sesuatu dari ketiadaan. Akal kita terbiasa melihat sesuatu yang selalu berubah-ubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, sehingga bentuk tersebut divonis sebagai sesuatu yang baru.

Insya Allah bersambung pada dialog selanjutnya yang akan membahas tentang Aristoteles

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by ThemeShift | Bloggerized by Lasantha - Free Blogger Templates | Best Web Hosting